MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“RULE OF LAW & HAM“
DI SUSUN OLEH :
MELATI DIAH AYUNINGSIH / 15213424
2 EA 20
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2014/2015
BAB I
HAK ASASI
MANUSIA
I. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak
asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999
pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia
mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia
sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari
manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan
martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan.”
Pengertian HAM
menurut para ahli :
·
John Locke, hak Asasi Manusia (HAM)
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1
angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).
·
Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak
yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya
bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
·
Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi
manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa
beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama,
kelamin dan karena itu bersifat universal
·
Koentjoro Poerbapranoto ( 1976 ), Hak Asasi
adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat
dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
·
Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam
Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
·
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
(Mansyur Effendi, 1994).
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang
dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.
Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak
dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak
dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika
hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti
nilai kemanusiaan.
Walau demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat
dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain.
Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini
merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak
asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi
manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup,hak
kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ruang lingkup HAM yang
merupakan dasar dari manusia yang senantiasa berubah menurut ukuran zaman dan
perumusannya, sebagai berikut :
A. HAM
menurut Piagam PBB tentang Deklarasi Universal of Human Rights 1948, meliputi :
1)
Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
2)
Hak memilih sesuatu.
3)
Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4)
Hak menganut aliran kepercayaan atau agama.
5)
Hak untuk hidup.
6)
Hak untuk kemerdekaan hidup.
7)
Hak untuk memperoleh nama baik.
8)
Hak untuk memperoleh pekerjaan.
9)
Hak untuk mendapatkan perlindungan hokum.
B. HAM
menurut UU. No : 39 tahun 1999
1)
Hak untuk hidup,
2)
Hak berkeluarga,
3)
Hak mengembangkan diri,
4)
Hak keadilan,
5)
Hak kemerdekaan,
6)
Hak berkomunikasi,
7)
Hak keamanan,
8)
Hak kesejahteraan, dan
9)
Hak perlindungan.
Ditinjau dari berbagai bidang,
HAM meliputi :
a)
Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat,
hak memeluk agama.
b)
Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak
untuk diakui sebagai warga negara.
Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan
hak berkumpul.
c)
Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Misalnya : hak
memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja dan hak
mendapat hidup layak.
d)
Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial &
Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan
santunan, hak pensiun, hak
mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e)
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan Pemerintah (Rights Of
Legal Equality)
f)
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hokum
II. Ciri dan Tujuan Hak Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal karena diyakinibahwa
beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memiliki perbedaan atas bangsa, ras,
atau jenis kelamin. Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam
kedudukan yang sejajar dan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai macam
aspek untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok
hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
a. HAM
tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian dari
manusia secara otomatis
b. HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik , atau asal usul social dan bangsanya
c. HAM
tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan
membatasi orang lain
Tujuan Hak Asasi Manusia
a. HAM
adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
b. HAM
mengembangkan saling menghargai antar manusia
c. HAM
mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin
bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar
III. HAM di Indonesia
Sejak
kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga
undang-undang dalam 4 periode, yaitu :
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949,
berlaku UUD 1945,
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950,
berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959,
berlaku UUDS 1950.
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku
kembali UUD 1945.
Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD
tersebut berbeda satu sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia
hanya tercantum beberapa saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950
hampir bula-bulat mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal demikian ini
karna memang situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang masih aktual.
Di samping itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar deklarasi HAM PBB
dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar atau perundangan lainnya di
negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat berlaku di
negara masing-masing.
Ketika UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis
formal, hak-hak asasi manusia tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB,
karena yang terdapat di dalam UUD 1945 hanya berisi beberapa pasal saja,
khususnya pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. Pada awal Orde baru saja tujuan
Pemerintah adalah melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945
serta berupaya melengkapinya. Tugas untuk melengkapi HAM ini ditanda
tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan Piagam Hak-hak
Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas dalam sidang
MPRS tahun 1968.
Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga akhirnya
dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum 1971
persoalan HAM tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai tumbangnya
Orde Baru di tahun 1998 yang berganti dengan era Reformasi. Pada awal Reformasi
itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR tahun 1998 yang salah satu
ketetapannya berisi Piagam HAM.
IV. Komisi Nasional HAM
Komnas
HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara
lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
ü
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1. Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan
ü
Wewenang Komnas HAM
Wewenang dalam bidang pengkajian
penelitian
1.
Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen
internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai
kemungkinan aksesibilitas atau ratifikasi
2.
Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan
perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan,
perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
hak asasi manusia
3.
Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian
4.
Studi perpustakaan, studi lapangan, dan studi
banding di negara lain mengenai hak asasi mausia
5.
Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan
dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia
6.
Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan
organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, reginal, maupun
internasianal dalam bidang hak asasi manusia
Wewenang dalam bidang penyuluhan
1. Penyebarluasan
wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia
2. Upaya
peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga
pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya
3. Kerja
sama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional,
reginal, maupun internasianal dalam bidang hak asasi manusia
4. Wewenang
dalam pemantauan
5. Pengamat
pelaksanaan hak asasi manusia dan penyuluhan laporan hasil pengamatan tersebut
6. Penyelidikan
dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi
manusia; pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai dan didengarkanketerangannya
7. Pemanggilan
saksi untuk dimintai keterangan dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi
pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan
8. Peninjauan
di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu
9. Pemanggilan
kepada pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan
ketua pengadilan
10. Pemerikasaan
setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat tempat lainnya yang
diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujauan ketu pengadilan
11. Pemberian
pendapat berdasarkan persetujua ketua pengadilan terhadap perkara tertentu yang
sedang dalam proses peradilan apabila dalam perkara tersebut terdapat
pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan pemeriksaan oleh
pengadilan yang kemudian pendapat komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh
hakim kepada para pihak
Wewenang dalam bidang mediasi
1. Perdamaian
kedua belah pihak
2. Penyelesaian
perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi, dan penilaian
ahli
3. Pemberian
saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan
4. Penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah
untuk ditinjak lanjuti penyelesaiannya
5. Penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditinjak lanjuti
V. Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
Dalam
peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga,
dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan
seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
Kelebihan
pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena
perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang
antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena
yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara
itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan
sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan.
BAB
II
RULE OF LAW
I. Pengertian dan Ruang Lingkup Rule of Law
Gerakan
masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara
harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah
yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Berdasarkan bentuknya
sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap
organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan
pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan
substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam suatu negara.
Negara
hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat
atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis
dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum
merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Friedman
(1959) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in
the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materill (ideological sense).
Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi(
organized public power), misalnya Negara. Sementara itu secara hakiki, rule of
law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang
baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait dengan keadilan
sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat/bangsa.
Menurut
Albert Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of the Constitution”
memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan suatu
keteraturan hukum. Menurut Dicey, terdapat tiga unsur yang fundamental dalam
rule of law yaitu :
1.
Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya
kekuasaan yang sewenang- wenang dalam arti seseorang Hanya boleh dihukum
jikalau memang melanggar hukum.
2.
Kedudukan yang sama di muka hukum, hal ini
berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat Negara
3.
Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta
keputusan-keputusan UU
II. Prinsip-prinsip Rule of Law
Pengertian
Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts
staat. Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus
memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan
realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam
“Introduction to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah the
rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang
fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
1)
Supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya
kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau
memang melanggar hukum;
2)
Kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini
berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan
3)
Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh
Undang-Undang serta keputusan pengadilan.
Suatu
hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya
berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara
hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap
negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa
yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain negara tidak hanya
sebagai “penjaga malam” (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini
seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah
pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahawa negara harus bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai “penjaga
malam” saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial ekonomi.
Gagasan
baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat,
verzorgingsstaat, welfare state, social service state, atau “negara hukum
materal”. Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre
untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara
hukum formal.
Dalam
hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum Internasional, International
Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep
negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam
beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai negara seperti di Athena (1995), di New
Delhi (1956),di Amerika Serikat (1957), di Rio de Jainero (1962), dan Bangkok
(1965), dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini
kelihatan ada semangat bersama bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting,
yang menurut Wade disebut sebagai rule of law is a phenomenon of free society
and the mark of it. ICJ dalam kapasitasnya sebagai forum intelektual, juga menyadari
bahwa yang terpenting lagi adalah bagaiman konsep rule of law dapat
diimplementasikan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat.
Secara
praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of
law dalam kehidupan bernegara. Selain itu, melalui pertemuan tersebut telah
digariskan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula
adanya hak-hak sosial-ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial
ekonomi. Komisi ini merumuskan
syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis,
yaitu:
1)
Perlindungan konstitusional, artinya selain
menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis prosedural
untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2)
Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3)
pemilihan umum yang bebas;
4)
Kebebasan menyatakan pendapat;
5)
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan
beroposisi;
6)
Dan pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995:
59).
Gambaran
ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena sebenarnya mustahil
mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat
minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberi kekuasaan dan
kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen. Negara dalam hal ini
pemerintah memiliki fries ermessen atau poivoir discretionnare, yaitu
kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial
ekonomi dan keleluasaan untuk tidak terlalu terikat pada produk legislasi
parlemen. Dala gagasan walfare state ternyata negara memiliki wewenang yang
relatif lebih besar, ketimbang format negara yang hanya bersifat negara hukum
formal saja. Selain itu dalam welfare state yang terpenting adalah negara
semakin otonom untuk mengatur dan mengarhkan fungsi dan peran negara bagi
kesejahteraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan dengan konsep negara
hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan
fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting
pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional.
Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep negara hukum
yang berbeda, konsep negar hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari cita-cita
sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.
III. Prinsip-prinsip Rule of Law
secara formal di Indonesia
Penjabaran
prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD
1945, yaitu sebagai berikut :
a.
Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1
ayat 3)
b.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan peradilan
(pasal 24 ayat 1)
c.
Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
d.
Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat
sepuluh pasal antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
e.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2)
Beberapa kasus
dan penegakan rule of law antara lain:
a. Kasus
korupsi KPU dan KPUD
b. Kasus
illegal logging
c. Kasus
dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA)
d. Kasus-kasus
perdagangan narkoba dan psikotripika
e. Kasus
perdagangan wanita dan anak
#SOURCE
0 comments:
Post a Comment